Blora-Update News.id
Gedung DPRD Blora menjadi tumpuan terakhir bagi penggiat tambang yang tergabung dalam Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Pengusaha Tambang Indonesia (APTI) dalam upaya mencari legalitas pertambangan di Blora. Hal ini dilakukan karena adanya PERDA Blora nomor 5 tahun 2021 telah menjadi ganjalan bagi para penambang untuk mendapatkan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Operasional Produksi (OP), walaupun telah mengantongi dua ijin sebelumnya yakni Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUP) dan IUP Eksplorasi. Namun pertambangan mereka masih dikatagorikan illegal. Audensi berlangsung di ruang paripurna Gedung DPRD Blora pada hari Selasa (25/6/224).
Dari DPRD Blora dihadiri oleh Wakil Ketua DPRD Blora, Siswanto, S.Pd, MH, kemudian Ketua Komisi B, Yulius Waluyo, Abdullah Aminuddin, Jayadi SH, Munawar SH dan Ir Siswanto.
Acara diwali dengan pemaparan Hary Subiyantoro, Sekretaris DPD APTI Blora yang mengungkapkan bahwa ada sekitar 16 Perusahaan tambang di Blora yang sudah mengantongi IUP Eksplorsi sampai 2 tahun lebih namun tidak bisa naik menjadi IUP OP karena dalam Perda no, 5 Tahun 2021, tidak tercantum wilayah tambang di Blora. Perda ini menjadi ganjalan karena dengan acuan perda ini pihak Tata Ruang Blora tidak berani memberikan Rekomendasi yang tegas bahwa suatu kawasan yang dimohonkan ijin memang masuk wilayah pertambangan. Rekomendasi ini diperlukan untuk ESDM Wilayah Jawa Tengah melakukan tindak lanjut untuk pembuatan dokumen UKL/UPL.
DPD APTI Blora sebelumnya juga sudah melakukan FGD terkait tambang dan audensi di BAPPEDA yang menghadirkan pemangku kebijakan yang berkaitan dengan peijinan tambang. Namun hasilnya belum memuaskan. “Blora kaya akan tambang, kalau sekarang sibuk mencari investor untuk menaikkan PAD, mengapa yang sudah ada di depan mata diabaikan?” ungkap Hary.
Gatot Tri Nugroho Adhi dari Divisi Perijinan DPD APTI Blora menambahan bahwa ada 11.259 ha di PERDA No. 18 tahun 2011 merupaka potensi tambang yang berupa migas dan galian c. Potensi ini yang hilang di kabupaten Blora karena diakomdir pada PERDA no. 5 tahun 2021.
PERDA Darurat sepakat untuk Diubah
Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Blora Yulius Waluyo menjelaskan bahwa PERDA No. 5 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) memang ditetapkan dalam kondisi darurat. PERDA ini sebenarnya PERDA kelanjutan yang dirancang pada tahun 2019 dari DPRD periode sebelumnya yakni masa bhakti 2014-2019. “PERDA itu merupakan kejar tayang, dalam rangka karena Blora termasuk salah satu Kabupaten yang ada di Jawa Tengah yang belum punya PERDA tentang RTRW, dan harus segera menetapkannya, maka PERDA RTRW no. 5 tahun 2021 ini ditetapkan,” ujar Yulius. Jadi, menurutnya tidak aneh kalau akhirnya perda ini mendapatkan banyak koreksi di kemudian hari.
“Untuk itu tidak perlu banyak perdebatan, yang perlu adalah langkah cepat kita untuk mengevaluasi PERDA ini,” tegas Yulius.
Abdullah Aminuddin mempertanyakan apakah PERDA ini tidak perlu PERBUB untuk menjalankannya? Dijawab oleh Kabid Tata Ruang DPUPR Blora, Banar Susanto, bahwa PERDA sudah cukup jelas untuk membuat keputusan jadi tidak perlu Perbub.
Namun demikian Amin menyarankan kalau diterbitkan perbub. “Perbub dibuat untuk mengatur yang belum diatur. Sambil menunggu perubahan perda, “ ungkap Amin. Jadi Perbub tersebut mengatur tambahan peraturan yang tidak ada. “Selama tidak bertentangan dengan RTRW nasional sambil menunggu Perda ini dimasukkan di Prolegda,” lanjut Anggota terpilih DPRD Provinsi Jawa Tengah ini.
Beliau juga menyampaikan bahwa dirinya mendengar kebutuhan pabrik semen terbanyak disuplai dari Blora, karena itu potensi ini jangan sampai disia-siakan.
Diubah lewat Inisiatif DPRD
Siswanto, Wakil Ketua DPRD pun berpendapat sama, memang PERDA yang ada tidak cukup untuk menjadi pijakan bagi dinas terkait untuk memberikan rekomendasi sebagaimana yang dibutuhkan oleh Dinas ESDM Provinsi.
Kemudian politisi Golkar ini menawarkan lewat pintu mana Perda ini akan dirubah. Karena pembuatan Perda itu bisa dari 2 pintu masuk. Pertama lewat usulan eksekutif, yang melalui mekanisme pembahasan OPD terkait dan jalur-jalur koordinsinya sampai ke pusat, yang kedua lewat inisiatif DPRD.
“Karena kalau lewat eksekutif itu prosesnya lama, harus melewati banyak tanda tangan dan koordinasi atasan, maka sebaiknya lewat inisiatif DPRD saja, cukup tanda tangan anggota Komisi B, besuk bisa langsung dibahas,” ungkap Siswanto. Maka akhirnya disepakati PERDA ini akan diubah lewat inisiatif Dewan.
Namun demikian pihaknya mengajak semua pihak baik eksekutif, DPRD maupun APTI untuk mencari pembanding di daerah lain yang PERDAnya bunyinya sama namun dimunculkan Perbub sehingga bisa menjadi pijakan dinas terkait untuk memunculkan rekomendasi.
“Hal ini harus diperjuangkan oleh komisi B dan eksekutif karena dibalik ini ada ribuan masyarakat Blora yang menggantungkan hidupnya dari pertambangan,” tegas Siswanto.
(sudarpo said)